Awalnya pertanyaan-pertanyaan itu tak cukup sulit
Hingga akhirnya waktu menua
Akupun seolah terhimpit
Dengan segala yg Tuan tanya
Tunggulah hingga baiknya tiba
Jangan lagi menjeratku pada kata terbuka
Karna aku ini hanya wanita pena
Sajikan saja aku lembar-lembar tak bertinta
Biarkan aku bercerita
Tanpa perlu berdusta pada Tuan tanya
Bukan tak mampu aku bergurau
Hanya saja aku lebih senang menarikan penaku pada lembaran tak berkicau
Agar terjaga lisanku dari perkara pikiran kacau
Hai Tuan..
Kau lihat tumpukan di kananku itu?
Ya itu lembaran yg sudah ku goreskan
Begitu banyak bukan?
Tapi menolehlah ke kiri
Tampak tumpukan lembaran putih kosong mulai menipis
Jua tinta pena yg ku genggam menyurut
Pertanda waktuku hampir habis
Tapi aku tak tahu
Apakah tulisanku sudah mampu menjawab seluruh pertanyaanmu, Tuan?
Bolehkah aku meminta waktu (lagi) ?
Aku ingin tanyakan semuanya pada Tuhanku
Terlalu egois rasanya jika ku putuskan sendiri
Tanpa melibatkan Ia sang pemilik hati
Terserah kau berkata apa
Dialog panjangku hanya pada Tuhanku
Aku tetap pada caraku
Diam, tanpa tau pasti kapan padamu bersua
Tuan..
Aku tahu sebenarnya kau mulai lelah
Menunggu tak tentu arah
Pada pertanyaan-pertanyaanmu yg belum ku jawab utuh
Sungguh, aku meminta maaf atas segala yg ku buat gaduh
Senja, Senin terakhir Januari 2017
Fa